MOROWALI, Sulawesi Tengah - Kejaksaan Negeri (Kejari) Morowali menerima pelimpahan atau penyerahan Barang Bukti (Babuk) dan 3 orang Tersangka (Tsk) dugaan kasus pemalsuan dokumen untuk penerbitan sertifikat di Desa Buleleng, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali.
Penyerahan Babuk dan tiga (3) orang Tsk itu diserahkan langsung dari penyidik Tipidum Polda Sulteng bersama Tim dari Kejati Sulteng ke Kantor Kejari Morowali di Bungku, Rabu (11/01/2023).
Sebelum penyerahan Babuk dan 3 Tsk dilakukan, penyidik Polda Sulteng sudah terlebih dulu melakukan penjemputan paksa pekan lalu terhadap para Tsk inisial W dan J serta M, 2 orang Tsk merupakan warga Buleleng serta 1 orang Tsk mantan pegawai BPN Morowali.
Akan tetapi, pihak Kejaksaan menilai masih ada barang bukti yang dinyatakan belum lengkap, maka penyerahan barang bukti dan tersangka ditunda dari hari Jum'at, 6 januari 2022 pekan lalu dan setelah itu baru bisa dilakukan penyerahan karena dianggap sudah lengkap dan memenuhi unsur yang disangkakan.
Setelah penyerahan para Tsk dan Babuk dilakukan, sejumlah wartawan hendak melakukan wawancara terhadap Kajari Morowali maupun Perwakilan Kejati Sulteng, namun keduanya terkesan menghindar dengan alasan akan melaksanakan sholat. Setelah di koordinasi kembali, para awak media yang sudah lama menunggu diarahkan untuk wawancara ke Kasi Intel Kejari Morowali.
Kasi Intel Kejari Morowali Dwi Romaddona SH, dalam keterangannya membenarkan adanya penyerahan perkara tahap dua, terhadap 3 orang Tsk dikenakan pasal 263 tentang pemalsuan dokumen dari pihak Polda Sulteng yang diserah terimakan kepada pihak Kejaksaan Tinggi, yang dilaksanakan di Kantor Kejari Morowali.
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
"Selanjutnya, para tersangka tersebut dilakukan penahanan untuk 20 hari kedepan di Lapas Kolonodale terhitung sejak tanggal penyerahan ini yang diharapkan dalam waktu dekat, perkara ini akan dilimpahkan ke persidangan di Pengadilan Negeri Poso, " terang Dwi Romaddona.
Dikatakan Dwi Romaddona, Alasan dilakukan penahanan karena 2 alat bukti sudah terpenuhi. Kemudian dikawatirkan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti apalagi infonya para Tsk tersebut kurang kooperatif dan untuk Babuk yang diterima berupa 599 lebih sertifikat PPAN Buleleng.
Begitu pun terkait status Tsk yang telah P21, dari Kejaksaan sudah menerbitkan suratnya sekitar bulan November 2022.
Diterangkan Dwi Romaddona, terkait adanya surat permohonan penangguhan, pihak penasehat hukum silahkan mengajukan dan pihak Kejari Morowali akan melaporkan ke pimpinan tinggal apa dan bagaimana petunjuk pimpinan.
Demikian halnya soal registrasi sidang praperadilan yang bahkan sudah dijadwalkan di PN Poso, pihak kejaksaan menyerahkan keputusan kepada hakim PN Poso, apakah dikabulkan atau tidaknya gugatan kepada para tersangka.
"Jadi, permohonan penangguhan silahkan diajukan nanti akan diteruskan ke pimpinan. Bgitupun Praperadilan yang sedang berproses, sepenuhnya kita serahkan keputusannya ke PN Poso, " terang Dwi Romaddona.
Sementara itu, Julianer, SH, MH Direktur LBH Sulteng selaku penasehat hukum warga Buleleng dalam hal ini para Tsk, mengatakan sangat menyesalkan adanya penahanan yang dilakukan pihak kejaksaan. Meskipun tindakan yang dilakukan pihak kepolisian dan kejaksaan dimana kewenangan yang dimiliki telah berproses sebagaimana tertuang dalam KUHAP.
Tetapi mereka (Kepolisian dan Kejaksaan) Kata Julianer, mengetahui bahwa kita sudah mengajukan praperadilan bahkan sudah teregister jadwal sidang praperadilan yang akan dilaksanakan mulai Senin pekan depan, 16 Januari 2022.
"Jangan sampai mereka tahan, kemudian pengadilan mengabulkan perkara tersebut dan dibatalkan penetapan statusnya sebagai Tsk, " terang Julianer.
Jika ini nantinya yang terjadi, lanjut Julianer, maka para Tsk ini dirugikan dengan dirampasnya hak kemerdekaan seseorang, dia sudah ditahan namun faktanya ada kesalahan dan dibatalkan penetapan status tersangkanya.
Olehnya pihak kejaksaan seharusnya mempertimbangkan permohonan penangguhan yang dilayangkan pihak penasehat hukum.
"Harusnya hal ini dipertimbangkan, apalagi surat permohonan penangguhan itu ditandatangani langsung Bupati Morowali.
Sementara itu, Rustam salah satu pemilik SHM selaku perwakilan kelompok tani agatis mengungkapkan, bahwa kasus ini tidak bisa dipisahkan dengan konflik agraria yang sedang terjadi antara warga Buleleng dengan pihak perusahaan tambang nikel PT. Bima Cakra Perkasa Mineralindo (BCPM).
Pasalnya, pelaporan yang terjadi pasca adanya aktivitas pemalangan jalan houling perusahaan oleh warga Buleleng kala itu. Diawali dengan laporan perintangan aktivitas perusahaan, dugaan pungli 250 ribu untuk pembuatan sertifikat hingga pemalsuan dokumen.
Seakan kasus ini dipaksakan, adanya kong-kalingkong antara pihak Polda Sulteng dan perusahaan tambang nikel PT. BCPM hingga memobilisir warga dari desa lain untuk melakukan pelaporan sebagai dugaan upaya kriminalisasi terhadap kami warga yang saat itu menuntut penyelesaian hak atas lahan yang sudah dirusak tanpa kompensasi.
"Anehnya, lahan kami yang dirusak dan dirampas secara paksa, tapi justru warga Buleleng yang dipenjarakan. Soal laporan dugaan penyerobotan dan pengrusakan sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian dan sudah ada sejumlah saksi yang diperiksa, namun belum ada satupun tersangka hingga saat ini, " ucapnya penuh heran.
(Tim)